Posted on
Kamis, 28 Juni 2012
Read More
CERITA KECIL
Nita berlari kecil saat ibu memanggilnya tak henti-henti. Tadinya ia tak mau bergerak sama sekali namun akhirnya ia tak tahan mendengarkan ibunya terpekik-pekik memanggilnya dengan suara yang hampir habis. “iya bu, sebentar lagi” akhirnya dia sampai dihadapan sang ibu yang bermuka masam karna kesal dengan anak nya “ibu panggil-panggil dari tadi kamu pura-pura ga dengar, ibu Cuma ingin minta tolong kamu buat membeli garam di warung sebelah” hardik ibunya kesal. dengan tampak tak gembira nita juga ikut kesal kemudian menjawab “tapikan nita lagi seru-serunya main bu, lagian tadi nita udah jawab sebentar lagi, ibu aja gak sabaran” gumamnya kesal sembari mengambil uang seribu rupiah dari tangan ibunya. Mendengar anaknya kesal dan balik marah ibunya hanya diam dan membiarkan anaknya pergi dari hadapanya.
Nita telah mendapatkan apa yang dipesan oleh ibunya namun hatinya masih kesal karna permainannya yang seru telah diganggu oleh garam pesanan ibunya. Dia marah karna berfikir seolah ibu suka menyuruh-nyuruhnya seenak hati tanpa memikirkan kesenanganya. Ibu memang selalu begitu, bahkan ketika ia sedang menonton film pavoritnya di TV ibu selalu mengganggunya degan perintah-berintah beli ini lah, beli itulah,, padahal nita juga butuh ketenangan.
Tak sabar untuk melanjutkan permainanya ia segera berlari kencang untuk menghampiri ibunya dengan segala fikiran negatif tentang ibunya tanpa sadar kakinya tersandung pada batu hingga ia terjatuh dan kepalanya terbentur pada sebuah batu kecil yang mengakibatkan kepalanya mengeluarkan cairan merah kental dengan banyak. Ia menangis memanggil ibunya dengan keras. Sang ibu yang mendengar langsung terperangah dan berlari sekuat hati menghampiri anaknya yang bersimbah darah di kepala. “nak kau kenapa?” tanya ibunya panik yang kemudian mengangkat tubuh anaknya yang mungil ke rumah dengan sangat cemas.
Sudah berapa hari nita tak berangkat sekolah, ia masih sakit pasca terbentur kepalanya ke batu tempo hari, ia demam, badanya panas dan ia tak bisa bermain dengan teman-temanya. Ibu selalu menemaninya saat dia mulai rewel minta ini dan itu. Ibu selalu menuruti keinginan anak nya. Semenjak itu nita sadar bahwa pengorbanan ibunya lebih banyak dari pada sekedar ia yang disuruh ibu ke warung untuk membeli kebutuhan ibu. Kini dia sadar bahwa ibu lebih banyak berkorban buat ia bahkan ketika ibu sedang memasak didapur, saat itu nita merengek karna ia haus dan ingin minum, ibu segera meninggalkan masakannya dan mengambilkan minuman untuknya. Nita menangis menyadari itu semua dan akhirnya dia meminta maaf pada ibunya “bu maafin nita ya, karna nita selalu marah kalo ibu butuh bantuan nita”, ibu nya tersenyum sambil berkata “kau anak yang baik karna mau meninggalkan kesenangan mu hanya untuk membantu ibu membeli garam”
Yogyakarta, 25 juni 2012
Ferdha Astuti
Posted on
Read More
Air Mata
aku tak pernah lupa bagai mana wajah bapak yang cemas melihat ku kesakitan, wajahnya yang hampir menua itu terlihat gugup dan sedih, begitu sedih terasa sampai kehati ku yang ikut teriris-iris melihatnya. Semula rasa sakit yang ku alami tak lah membuat ku menagis tapi ketika melihat raut wajah bapak yang cemas tangis ku langsung meledak. Aku tak sanggup melihat wajahnya yang gusar. Dia hanya sebentar melihat ku sampai luka ku mulai diberihkan. Tapi sungguh aku merasa bersalah padanya, apa lagi saat aku melihat setetes air mengalir dari matanya yang hitam itu. Bapak,,, seumur hidup ku,, kau laki-laki yang paling ku kagumi,, kau lah kebanggaan ku.
***
Tengah hari yang sangat panas, matahari begitu riang gembira membakar kulit ku hingga legam walau pun sebenarnya sudah hitam. Sepeda motor yang ku kendari dengan teman ku tiba-tiba ku belokan hingga berbalik arah. “loh mau keman, kita ga langsung balik?” tanya tias dengan heran “aku mau sewa kaset CD dulu” entah kenap tiba-tiba aku kepikiran untuk menyewa beberapa CD di toko langganan ku. Padahal waktu masih ditempat ku magang aku tidak ada kepikiran untuk itu. Tias hanya menurut saja karna mungkin aku yang punya kendali dengan kendaraan yang kami naiki. Tak jauh kami melaju sampailah kami pada tujuan, didalam kami cukup lama memilih-milih film apa yang enak untuk di tonton. Setelah merasa cukup kami keluar dari toko.
Motor yang telah ku naiki dengan tias segera ku gas namun terhenti oleh pikiran ku yang bimbang antara mau belok disebelah mana “lewat kiri aja da, biar ga nyebrang-nyebrang” aku berfiki sejenak, entah kenapa aku ga mau menuruti apa kata tias, aku mau belok kesebelah kanan saja, dan kemudian tias mengingatkan ku sekali lagi “lewat kiri aja” namu dengan santai aku membatahnya dengan alasan yang tidak masuk akal “ga ah enakan lewat kanan, mas yang di sebelah sana cakep aku ingin melihatnya” aku tersenyum sendiri mendengar alasan konyol itu. Akhirnya aku gas motor ku ke kanan dan dengan cepat sekali dan tak diduga-duga motor ku terhantam sesuatu dengan keras hingga aku terlempar ke aspal dan terduduk, sesaat aku sadar apa yang telah terjadi. Motor ku di tabrak oleh pengendara motor yang lain, motornya terlempar entah kemana beserta dengan orangnya, aku panik dengan apa yang terjadi pikiran ku kacau tak bisa menerka apa yang akan terjadi selanjutnya. Mata ku mencari-cari keberadaan tias dan akhirnya kepanikan semakin menyerang, kaki tias terimpa motoh hingga ia tak bisa bergerak kemana-mana, aku bangkit mengalahkan kaki ku yang bergetar hebat karna ketakutan, orang-orang yang melihat kami langung mengerubungi tias dan ikut membantu ku mengangkat motor namun saat itu pula ada yang salah pada tangan ku, aku melihat jari ku terkulai dengan cairan merah kental yang tak berhenti keluar, seketika kaki ku lemas, aku tak bisa berfikir apa-apa, tangan ku terasa hangat karna darah yang terus mengalir, hilanglah kekuatan ku untuk membatu tias, aku jatuh terkulai, entah siapa yang menyambut tubuh ku dari belakang, yang ku tau banyak orang yang ribut mengangkat ku kepinggiran jalan dan memberi ku air minum. Aku sadar ketika orang-orang sibuk menelfon orang tua ku untuk memberi tau keadaan ku dan aku juga sadar kalau tias yang ku kawatirkan tadi ternyata dia baik-baik saja, kini giliran dia yang panik karna aku tak berdaya. Orang-orang kemudian mengangkat aku naik keatas mobil pik up terbuka untuk membawa ku kerumah sakit terdekat untuk ditindak lanjuti oleh pihak yang lebih paham.
Itu adalah kali pertama ku masuk keruang UGD dan aku adalah pasienya. Dulu aku pernah berhayal menjadi pasien dirumah sakit, karna aku fikir orang yang sakit itu enak, segala apa yang ia minta bisa dituruti dan bisa mendapatkan perhatian yang lebih. Tapi sungguh pada saat itu aku berdo’a semoga itu kali pertama dan terakhir aku disini. kala itu aku belum merasakan sakit sedikit pun, dan aku belum mengeluarkan air mata setetes pun yang kurasakan Cuma bingung, panik takut terjadi apa-apa dengan jari ku, tapi aku percaya dengan dokter pasti mereka selalu bisa memperbaiki bagian tubuh manusia yang rusak apalagi Cuma jari.
Teman-teman ku kini berkumpul mengunjungi ku, entah siapa yang memberi tahu mereka, tapi aku senang ternyata mereka begitu peduli dengan ku, entah ini terlambat atau tiidak aku ucapkan terimakasih kawan-kawan ku dengan kalian aku selalu merasa senang. Orang tua ku belum ada yang sampai kerumah sakit, hingga yang mengantarku keruang rosen adalah teman-temanku, tapi sungguh mereka adalah orang-orang yang sangat ceria, karena didalam ruang ronsen mereka berisik sekali, dan ya Tuhan ada juga yang berfoto ria. Mungkin suster yang merawat ku merasa terganggu akhirnya teman-temanku disuruh keluar.
Setelah habis dari ruang ronsen aku dibawa kembali ke UGD, untuk membersihkan luka ku, sebelumnya aku melihat bapak ku yang cemas memandangi ku, aku tak tau kenapa aku langsung menangis melihatnya,,, bukan rasa sakit karna luka yang ku alami tapi sungguh hati kulah yang sakit melihat wajah bapak. Ya tuhan sungguh aku adalah anak yang hanya bisa membuat orang tua ku cemas. Aku menangis sejadi-jadinya, bapak menghampiri ku sebentar, dia hanya melihatku masih dengan raut wajah yang cemas, raut wajah yang tak akan pernah ku lupakan dan sungguh aku tak mau melihat raut wajah cemas itu lagi, sungguh aku hanya ingin melihat nya tersenyum ketika melihat ku. Bapak maafkan anak mu ini. mungkin dia tak tahan melihat anaknya menagis dan kesakitan, dia keluar dari ruangan dan hati ku semakin teiris lagi ketika melihat setetes air matanya mengalir dipipinya yang hampir keriput itu. laki-laki yang selama ini ku lihat tegas, tegar dan kuat itu menangis karna melihat anaknya kesakitan. Bapak aku sungguh minta maaf, sungguh minta maaf pada mu.
Yogyakarta, 25 juni 2012
Ferdha Astuti
Posted on
Jumat, 22 Juni 2012
Read More
Kecewa
Sedikit waktu yang kau miliki
luangkanlah
Untuk ku harap secepatnya
datangi aku
Skali ini kumohon pada mu
Ada yang ingin ku sampaikan
Sempatkanlah
Hampa, kesal dan amarah
Sluruhnya ada dibenak ku
Andai seketika, hati yang tak terbalas oleh cinta mu
Ku ingin marah melampiaskan, tapi ku hanyalah sendiri disini
Inin kutunjukan pada siapa saja yamg ada, abahwa hati ku kecewa
Sedetik menunggu mu disini seperti seharian
Berkali kulihat jam ditangan demi membunuh waktu
Tak kulihat berkatan hadir mu yang semakin meyakini ku
Kau tak datang
By: Bunga Citra Lestari
***
Deretan kursi yang tersusun rapi dengan tapak meja bermotif bunga anggrek terliahat serasi ditemani pot keramik mungil dengan setangkai bunga mawar merah diatasnya menambah suasana yang syahdu disore hari, apalagi tepat dibawah sinar matahari merah jingga ditepi laut, Sungguh suasana yang tepat untuk cinta menyerang siapa pun yang menikmati suasana sore itu.
Pipinya merona, senyumnya mengembang tak henti, tapi jelas rautan wajahnya terlihat gugub. Ponsel persegi panjang terus digenggamnya erat, sering kali ia meliahat layarnya dengan semangat, berharap ada balasan dari pria yang ditunggunya sedari tadi. Bukankah dia senang dan lega karna semalam berfikir keras untuk menimbulkan keberanian mengutarakan perasaanya pada pria yang telah menjadi idamannya selama ini, semalaman dia tak tidur menerka-nerka apa yang akan terjadi esoknya, bagai mana jawabannya, dan keberanian mengalahkan pertanyaan-pertanyyaan itu hingga akhirnya dia mengirim pesan pada peria di sebrang sana untuk bertemu pada sore hari di tepi pantai tempat dia sering menyendiri disana. Dan inilah dia sekarang duduk manis dengan gaun merah hati senada dengan mawar merah yang ada dihadapnya, sungguh dia berani dan yakin dengan keputusannya.
Merah jingganya langit perlahan mengilang berubah gelap pekat, untungnya lampu-lampu tempat dia berada kini menyala dengan redup. Hantinya mulai gelisah, fikiran negatif menyerang batinya, menerka-nerka apa yang terjadi dengan pria idamannya itu. “Apakah dia baik baik saja? Apa dia tak bisa datang? Kenapa? Kalau dia tidak bisa datang kenapa tidak membalas pesan ku?” hatinya menciut namun tak putus asa. Waktu semakin berlalu sang pujaan hati tak kunjung menampakan batang hidungnya sekarang.
jarum jam tangannya sudah menunjukan pukul 21.00, sudah terlalu lama dia menunggu, hingga bedaknya luntur, lipstik merahnya memudar berupah pink, setangkai bunga mawar di atas pot melayu, seolah dia ikut bersedih dengan keadaan perempuan di hadapanya, satu lembar kelopaknya jatuh kemeja dengan lembut seperti hati perempuan itu yang jatuh perlahan karna sekarang ia yakin orang yang di tunggu tak kan datang.
Bodohnya ia yang berfikiran bisa janjian bertemu dengan pria yang mempunyai banyak penggemar itu, tapi sungguh ia ingin marah, inggin memaki siapa pun tapi sekali lagi siapa lah dia dan apalah gunannya karna dia sendiri, sendiri menahan sedih dan amarahnya.
Perempuan itu beranjak dari kursinya, melangkah menyusuri pantai sendirian di tengah gelapnya malam dan deburan ombak yang seolah Ikut-ikutan marah karna pengunjungnya di buat kecewa. Langkahnya gontai, kepercayaandirinya memudar, hanya bisu yang terjadi selama berjam-jam dia menunggu, hanya hatinya yang menjerit kecewa sangat kecewa.
Ketika cinta datang, apapun menjadi mungkin,
Sesulit apapun itu akan menjadi mudah
Ketika cinta menghilang hampalah hati ku
End
Yogyakarta, 23 juni 2012
Ferdha Astuti
Posted on
Rabu, 20 Juni 2012
Read More
Kesepian mengjari q banyak hal,
seperti menangis dan tertawa.
Di antara ketakutan dan keberanian.
Sa'at terpisah dengan mu
rasa rindu banyak mengajarkan ku
tentang kesabaran dan penantian,
sementara kebimbangan mengajarkan ku
tuk curiga,
cemburu,
bahkan tak percaya
sa'at terpisah jauh
menemani sepi dan kesendirian.
Sungguh ku menyadari bahwa tak ada 1 pun yang bisa menggantikan diri mu di hati ku.
seperti menangis dan tertawa.
Di antara ketakutan dan keberanian.
Sa'at terpisah dengan mu
rasa rindu banyak mengajarkan ku
tentang kesabaran dan penantian,
sementara kebimbangan mengajarkan ku
tuk curiga,
cemburu,
bahkan tak percaya
sa'at terpisah jauh
menemani sepi dan kesendirian.
Sungguh ku menyadari bahwa tak ada 1 pun yang bisa menggantikan diri mu di hati ku.
Ferdha Astuti
Posted on
Read More
Angin semalam mengisahkan tentang kamu,
tentang butiran-butiran debu yamg di tiupnya,
tentang daun kuning yang di jatuhkannya,
tentang aku yang di buatnya rindu pda mu.
Hembusannya mesra sayang,,,,
seolah kau membelai rambut ku dengan lembut,,,,
hawanya sejuk masuk kerelung hati, seolah memberi nafas pada rongga ku yang sesak....
Ku sadar....
Disana... Angin seperti ini tak kau rasakan...
Tapi, apa perduli ku!!,,,,
aku ingin nyaman di sini..
Menikmati cinta yang tak terbalas...
Menikmati rasa yang tak terutarakan lewat kata...
tentang butiran-butiran debu yamg di tiupnya,
tentang daun kuning yang di jatuhkannya,
tentang aku yang di buatnya rindu pda mu.
Hembusannya mesra sayang,,,,
seolah kau membelai rambut ku dengan lembut,,,,
hawanya sejuk masuk kerelung hati, seolah memberi nafas pada rongga ku yang sesak....
Ku sadar....
Disana... Angin seperti ini tak kau rasakan...
Tapi, apa perduli ku!!,,,,
aku ingin nyaman di sini..
Menikmati cinta yang tak terbalas...
Menikmati rasa yang tak terutarakan lewat kata...
Ferdha Astuti
Posted on
Read More
Kau diam
"aku sudah bangun"
kau diam
"aku sudah mandi"
kau diam
"aku sudah makan"
kau diam
"aku lagi nonton TV"
kau diam
aku tersenyum membacanya
kau diam
"aku baik-baik saja"
kau diam
"tenang sayang, aku akan bertahan, meski sunyi, meski sepi dan meki gelap"
"aku sudah bangun"
kau diam
"aku sudah mandi"
kau diam
"aku sudah makan"
kau diam
"aku lagi nonton TV"
kau diam
aku tersenyum membacanya
kau diam
"aku baik-baik saja"
kau diam
"tenang sayang, aku akan bertahan, meski sunyi, meski sepi dan meki gelap"
Ferdha Astuti
Posted on
Read More
Kau berwujud dan berucap tapi tak berasa
tawar seperti air sungai
jernih dan banyak
sejuk dan lembut
tapi tak dapat ku genggam
Yogyakarta, 21 juni 2012
Ferdha Astuti


